Di tengah gegap gempita era digital yang katanya bikin hidup makin sejahtera (dengan data BPS menunjukkan kesejahteraan masyarakat membaik dan lapangan kerja bertambah seperti kata Sri Mulyani), penipuan online justru makin menggila. Sebuah markas besar scammer online internasional baru aja digerebek di Jakarta Selatan! Isinya, belasan warga asing yang jadi dalang kejahatan siber ini. Mereka beroperasi secara terorganisir, memanfaatkan teknologi untuk menipu siapa saja, bahkan lintas negara. Ini adalah kenyataan lapangan yang harus kita hadapi dan waspadai.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Data BPS memang sering merilis angka optimis soal kesejahteraan masyarakat Indonesia yang meningkat, kemiskinan Indonesia yang menurun drastis, hingga penambahan jutaan lapangan kerja. Keren, kan? Tapi, di sisi lain,

kamu mungkin bertanya-tanya: "Lho, kok temanku masih banyak yang jadi pengangguran? Mencari pekerjaan juga susah banget? Kenyataan lapangan nggak begitubegitu amat, deh!" Betul banget! Ada semacam "misteri" di balik angka-angka itu yang seringkali belum sepenuhnya bisa kita rasakan.

Belakangan ini, ada kabar kurang sedap dari sektor ekonomi kita. Dana investasi asing atau Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk ke Indonesia ternyata sedikit menurun di awal tahun ini. Menteri Investasi/Kepala BKPM sendiri bilang kalau biang keroknya adalah kondisi ekonomi dan geopolitik global yang lagi memanas. Wah, memangnya ini bahaya ya buat ekonomi Indonesia? Dan apa yang bisa kita lakukan biar duit dari luar negeri ini balik lagi deras ke tanah air?

Dunia fashion preloved atau second-hand belakangan ini lagi nge-hits banget di Indonesia. Dari anak muda sampai dewasa, banyak yang keranjingan berburu harta karun di antara tumpukan baju atau barang lain. Tren ini dikenal dengan dua istilah populer: thrifting dan preloved. Sekilas memang mirip, sama-sama barang yang pernah pakai. Tapi, tahukah kamu kalau ada perbedaan mendasar di antara keduanya? Dan lebih dari sekadar gaya hidup hemat, ada kontroversi besar yang menyelimuti bisnis ini di Indonesia.

Pernahkah terbayang, asap tebal yang keluar dari cerobong pabrik listrik raksasa bisa memengaruhi napas kita atau rezeki para nelayan? Di Indonesia, kisah nyata ini terjadi, salah satunya di Batang, Jawa Tengah. PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang digadang-gadang sebagai penopang energi, ternyata membawa dampak pahit bagi Haryono, seorang nelayan yang kini sulit mencari ikan akibat pencemaran.

Kisah Haryono ini hanyalah satu dari sekian banyak potret perjuangan Indonesia dalam menjalani transisi energi. Di satu sisi, kita butuh listrik untuk kehidupan modern. Di sisi lain, kita punya target ambisius: mencapai net-zero emisi pada tahun 2060. Lalu, bagaimana kita mewujudkannya di tengah tantangan yang tidak mudah?

Belakangan ini, isu beras oplosan sukses bikin heboh seantero negeri. Bayangkan, Kementerian Pertanian menemukan fakta mencengangkan: ada ratusan merek beras yang ternyata kualitasnya di bawah standar atau bahkan sudah dicampur! Kabar ini tentu saja bikin kita semua was-was, apalagi setelah Presiden Prabowo Subianto sendiri turun tangan meminta Satgas Pangan Polri untuk mengusut tuntas masalah serius ini. Tapi, sebenarnya apa sih beras oplosan itu? Dan kenapa praktik curang ini bisa sangat merugikan kita sebagai konsumen?