Membongkar Alasan di Balik Kontroversi Bisnis Thrifting di Indonesia

Thrifting Sensasi Berburu Harta Karun di Tengah Tumpukan

Bayangkan kamu lagi masuk ke sebuah toko atau pasar yang penuh dengan tumpukan baju, sepatu, atau aksesori. Ada yang kondisinya masih oke banget, ada juga yang butuh sedikit sentuhan. Nah, itulah thrifting! Aktivitas ini melibatkan perburuan barang yang sudah tidak baru lagi di toko loak, pasar rombengan, atau toko amal dengan harga yang super miring.

Daya tarik utama thrifting adalah sensasi "berburu harta karun". Kamu bisa aja nemuin jaket vintage merek terkenal dengan harga cuma puluhan ribu, atau tas kulit asli yang masih bagus banget. Kondisi barangnya memang bervariasi, tapi di situlah letak tantangannya. Bagi banyak orang, thrifting itu bukan cuma soal hemat, tapi juga tentang keunikan. Kamu bisa mendapatkan item yang enggak pasaran dan punya cerita tersendiri.

Preloved Barang Pilihan dengan Kualitas Terkurasi

Berbeda dengan thrifting yang fokus pada harga super murah dan proses pencarian, preloved merujuk pada barang yang sudah pernah dimiliki dan digunakan, namun dijual kembali dengan kondisi yang masih sangat bagus, bahkan kadang seperti baru. Biasanya, barang preloved ini berasal dari merek-merek ternama atau desainer tertentu, dan dijual kembali secara online lewat platform khusus atau butik konsinyasi.

Harga barang preloved memang cenderung lebih tinggi dari hasil thrifting, tapi jauh di bawah harga aslinya saat masih baru. Pembeli preloved biasanya mencari barang branded atau high-end dengan kualitas terjamin, namun dengan harga yang lebih terjangkau. Mereka juga sering mencari barang limited edition yang sudah enggak diproduksi lagi. Jadi, kalau thrifting itu petualangan mencari diskon gila, preloved itu seperti belanja barang mewah dengan harga cerdas.

Kenapa Sih Banyak yang Keranjingan, Walau Kadang Harganya Mirip Barang Baru?

Ini pertanyaan yang sering muncul kenapa orang tertarik beli barang yang sudah pernah pakai, padahal beberapa di antaranya harganya bisa mirip barang baru di diskon? Jawabannya ada beberapa faktor:

1. Nilai Keunikan dan Eksklusivitas: Terutama di dunia thrifting, kamu bisa menemukan item yang benar-benar unik, vintage, atau bahkan langka. Ini tentang ekspresi gaya personal yang enggak bisa didapat dari toko fast fashion biasa.

2. Kualitas dan Durabilitas: Untuk barang preloved yang branded, kualitas material dan jahitan seringkali jauh lebih superior. Membeli barang preloved berarti mendapatkan kualitas tinggi yang tahan lama, dengan harga yang lebih ramah di kantong.

3. Gaya Hidup Berkelanjutan: Semakin banyak orang sadar dampak buruk industri fast fashion terhadap lingkungan. Membeli fashion preloved adalah cara nyata untuk mengurangi limbah tekstil, menghemat sumber daya, dan mendukung ekonomi sirkular. Ini tentang menjadi konsumen yang lebih bertanggung jawab.

4. Investasi yang Cerdas: Beberapa barang branded tertentu, terutama tas atau aksesori desainer, bisa mempertahankan bahkan meningkatkan nilainya seiring waktu. Membeli preloved bisa jadi investasi cerdas.

Dilema di Balik Tren Mengapa Thrifting Jadi Kontroversi dan Merugikan UMKM Lokal?

Nah, di sinilah letak kontroversinya. Meskipun thrifting dan preloved menawarkan banyak keuntungan bagi konsumen dan lingkungan, pemerintah Indonesia menyuarakan kekhawatiran serius. Menteri Koperasi dan UKM bahkan terang-terangan menyatakan bahwa maraknya bisnis ini, terutama yang melibatkan impor ilegal pakaian tidak baru, bisa sangat merugikan produsen UMKM lokal.

Kenapa bisa begitu?

- Persaingan Harga yang Tidak Adil: Produsen UMKM lokal harus menanggung biaya produksi mulai dari bahan baku, upah pekerja, hingga pajak. Sementara itu, barang thrift impor bisa masuk dengan harga yang sangat rendah, jauh di bawah biaya produksi barang baru. Ini menciptakan persaingan harga yang tidak seimbang dan mematikan.

- Penurunan Permintaan Produk Lokal: Konsumen tergiur dengan harga murah dan variasi fashion bekas impor. Akibatnya, permintaan terhadap produk tekstil dan garmen dari produsen lokal menurun drastis. Ini jelas berdampak pada omzet dan kelangsungan hidup usaha mereka.

- Ancaman terhadap Lapangan Kerja: Ketika UMKM lokal merugi atau bahkan gulung tikar, otomatis lapangan kerja yang mereka sediakan juga terancam. Ribuan pekerja bisa kehilangan mata pencarian.

- Isu Keamanan dan Kesehatan: Barang fashion bekas impor seringkali tidak jelas asal-usulnya dan berisiko membawa bakteri, jamur, atau bahan kimia berbahaya. Ini menjadi perhatian pemerintah dalam hal keamanan dan kesehatan masyarakat.

- Ilegalitas Impor: Yang paling penting, impor ilegal pakaian tidak baru untuk tujuan komersial sebenarnya dilarang keras di Indonesia berdasarkan Permendag No. 40 Tahun 2022. Jadi, masalahnya bukan pada aktivitas thrifting dari barang pribadi di dalam negeri, melainkan pada masuknya barang yang tidak baru secara ilegal dalam skala besar.

Mencari Titik Tengah Antara Tren Gaya dan Kesejahteraan Lokal

Pada akhirnya, thrifting dan preloved adalah bagian dari tren gaya hidup yang menawarkan banyak manfaat bagi individu dan lingkungan. Namun, di sisi lain, praktik ini—terutama yang disokong oleh impor ilegal pakaian tidak baru menimbulkan dampak ekonomi yang serius bagi produsen UMKM lokal. Solusi mungkin bukan dengan melarang tren fashion bekas secara total, melainkan dengan penegakan hukum yang tegas terhadap impor ilegal dan mendorong kesadaran masyarakat untuk lebih menghargai dan mendukung produk-produk dalam negeri. Dengan begitu, kita bisa tetap bergaya unik dan ramah lingkungan, sekaligus ikut menjaga keberlangsungan industri dan perekonomian lokal.

Bagaimana menurutmu? Apakah kamu sudah siap untuk menjadi konsumen yang lebih bijak?

Referensi: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-8035603/bisnis-thrifting-masihmarak-pemerintah-klaim-produsen-lokal-rugi-besar

Fasilitas Universitas Tazkia ( Kampus Tazkia )

FasilitasTazkia BangunanKampusTazkia AsramaTazkia