Filsafat ini dinilai sebagai aliran filsafat yang paling banyak diterima, bahkan ajaran-ajarannya masih relevan dan praktis diterapkan sampai saat ini. Bukankah ini hal menarik untuk diulas? Lantas apa sebenarnya stoikisme itu?

Secara sederhana, stoikisme dapat dimaknai sebagai aliran filsafat yang membantu kita untuk mengembangkan diri dengan tetap hidup sederhana, santai, dan lebih bahagia dengan kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa konsepnya adalah panduan praktis untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan melalui fokus diri, refleksi diri, dan antisipasi diri. Karena itulah stoikisme dinilai sebagai solusi gaya hidup sehat masa kini, dan banyak dipakai sebagai psikoterapi bagi pasien depresi.

Mengapa harus stoikisme? Karena dengan aliran filsafat ini kita diajak untuk belajar hidup tenang dalam situasi sulit yang tidak terduga. Supaya bisa tenang, dibutuhkan cara berpikir logis, realistis tetapi juga antisipatif, kemampuan mengkontrol emosi negatif, menerima keadaan yang tidak bisa diubah dan hanya mengubah apa yang berada dalam kendali kita. Intinya tujuan utama dari stoikisme yaitu penguasaan diri. Dengan menguasai diri dengan baik, seseorang cenderung tahan banting, lebih tenang, dan memiliki emosi yang stabil. Karena pada prinsipnya filsafat ini mebih menekankan hidup ke dalam dua bagian, yang disebut dengan dikotomi kendali. Bagian pertama yaitu dimensi internal, yang berisi segala sesuatu yang berada dalam kendali penuh pada diri kita, misalnya tujuan kita, keinginan kita, pertimbangan kita, persepsi kita, serta segala sesuatu yang berasal dari tindakan kita sendiri. Kemudian bagian kedua yaitu dimensi eksternal, yaitu berisi segala sesuatu yang berada diluar kontrol diri kita, misalnya bencana alam, kondisi saat lahir, pendapat orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan.

Nah, kaum Stoa ini berprinsip untuk tidak berusaha mengendalikan apa-apa yang berada di luar kendali diri manusia. Sebab semakin berusaha mengendalikan dimensi eksternal, kita akan semakin merasa frustasi, kecewa, bahkan patah hati. Oleh sebab itu, mimin mengajak para mahasiswa untuk fokus pada hal-hal yang masih bisa dikendalikan pada diri masing-masing serta maksimalkan potensi yang dimiliki dengan memanfaatkan kesempatan yang bisa diambil selama masih menjadi mahasiswa, karena momen-momen saat menjadi mahasiswa tidak akan terulang dua kali. Tidak perlu memikirkan hal-hal negatif dari luar yang bisa merusak konsentrasi pada diri karena kita tidak punya kuasa penuh untuk mengendalikan hal-tersebut. Fokus perbaiki diri, nikmati proses, dan syukuri apa yang telah kita miliki.