Menurut data dari Komisi Pemilihan Umum yang disampaikan oleh August Melazz bahwa ada sekitar 107 juta pemilih atau 55 % dari jumlah total pemilih. Bisa disimpulkan bahwa tahun ini mayoritas pemilih ada di kalangan Gen Z dan Milenial. Berikut adalah cirinya :

Sungguh luar biasa bukan, maka tidak heran banyak sekali kandidat yang dalam tanda kutip melirik anak muda. Ini bisa jadi seperti layaknya buah simalakama, dalam satu sisi ini bisa menjadi petaka untuk dirinya, dan juga berpotensi menjadi sebuah keuntungan besar yang akan membawa negara dengan penduduk muslim terbanyak ini menjadi negara maju seperti China dan USA. Nah pertanyaannya sekarang bagaimana kita sebagai generasi muda melihat kesempatan ini dan mengganggap bahwa semua nantinya bisa di Gimmick politik dapat diimplementasikan menjadi sebuah kebijakan yang menguntungkan generasi muda. Ada beberapa tips penting yang bisa menjadi rujukan untuk anak muda dalam memilih kriteria calon pemimpin di masa yang akan datang.

Pertama, sesuai aturan dalam Pancasila sebagai dasar negara kita disebutkan di sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” hal ini tersirat bahwa sebagai warga negara Indonesia yang tunduk kepada dasar negara agar selalu mengedepankan nilai Ruhaniah dalam memilih karakter seorang pemimpin, maka jelas kita sebagai generasi muda seharusnya menempatkan hal ini di ranah fundamental kita. Ketuhanan disini adalah mereka yang takut aka nada nya penguasa yang lebih berkuasa dari dia, jadi seorang pemimpin tersebut tidak akan terlena dengan kekuasaan yang di mandatkan untuk hal-hal yang bersifat mubazir dan pragmatis untuk bangsa dan negara Indonesia.

Hal tersebut terlihat dalam riwayat atau Track Record seorang pemimpin yang selalu mempertimbangkan kebijakan dengan kontekstual bukan sekedar tekstual. Ini menjadi salah satu ikhtiar kita sebagai anak muda muslim yang memiliki pemahaman islam yang kuat. Karena Rasulullah SAW sebenarnya sudah mencotohkan bagaimana menjadi pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki 4 sifat utama, yaitu Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah. Ini juga di perkuat oleh Pakar Ekonomi Syariah Indonesia yang sangat masyhur beliau adalah Dr. Syafi’I Antonio dalam postingan Instagramnya beliau menyebutkan untuk selalu memilih pemimpin atau dalam konteks ini presiden yang bisa mencontoh empat sifat Rasulullah SAW. Shidiq yang berarti berkata jujur, yang dimana ini bukan hanya sekedar ucapan nya yang konsisten, akan tetapi segala kebijakan yang di terapkan juga memiliki sifat keterbukaan dan nol akan kepentingan diri nya sendiri ataupu kelompok. Tentu saja, ini akan berimbas pada hal-hal lainnya, seperti ekonomi, sosial, dan juga geopolitik. Ini menjadi satu kesatuan dalam pemimpin mengelola sebuah negara.

Kedua adalah Amanah. Mengutip dalam buku Ensiklopedi Rasulullah SAW karya Syeikh Mahmud Al-Misri Amanah adalah bentuk Derivat dari kata Amanaa-Ya’manu-Amanatan yang berarti menjadi percaya. Dalam penafsiran saya, Amanah ini bisa diartikan sebagai bentuk kapabilitas seorang pemimpin. Kualitas pemimpin nasional harus memiliki tingkatan yang paling tinggi atau bahkan sempurna, mulai dari penguasaan bahasa, penguasaan emosional lahir dan batin. Ini menjadi salah satu faktor penting untuk seorang pemimpin Indonesia nantinya, karena bukan hanya entitas pemerintahan yang melekat di dalam dirinya, akan tetapi holistik multi kultural yang ada di Indonesia yang menjadi representatif negara kita. Maka ketika di forum International sudah seharusnya pemimpin tersebut membawa budaya Indonesia dan juga penguasaan terhadap pemahanam global, mulai dari tata bicara dan etika bernegara nantinya.

Ketiga adalah Tabligh. Tabligh ini menurut Yuli Umro’atin dalam bukunya yang berjudul Dakwah Dalam Al-Quran, kata tersebut berasal dari Balaga, yang berarti sampai. Dalam konteks kepemimpinan sampai disini bukan hanya menyampaikan apa saja dalam konteks informasi, akan tetapi lebih memiliki tendensi kedalam implementasi kebijakan menurut konstitusi yang berlaku. Akan beda rasanya ketika pemimpin berkata yang sangat jauh dari konteks konstitusi atau mencoba untuk mengambil satu dalil yang dimana pada dalil berikutnya ditemukan kontradiksi dalam aturan yang berlaku.

Ini menjadi sebuah fenomena yang harus anak muda cermati, bukan hanya dari paras nya semata, akan tetapi dari kebijakan yang pernah dibuat apakah sesuai dengan pembukaan UUD 45 dan juga cita-cita bangsa. Ini menjadi persoalan Panjang ketika pemimpin hanya mampu mementingkan segelintir kelompok bukan lagi berlandaskan Vox Populi Vox Dei. Keempat adalah Fathonah, yaitu cerdas. Dalam pemahaman kita taraf atau standar dari kecerdasan itu hanya IQ atau Intelegent Quotient, akan tetapi juga pada SQ (Spiritual Quotient). Ini banyak sekali kesalahan dalam berfikir, bahwa tingkat religiuitas seseorang tidak berpengaruh kepada pemahaman seseorang dalam berfikir, bayangkan ketika mereka memiliki kepercayaan yang kuat akat nila-nilai luhur bangsa, maka sudah tentu pemimpin selalu memikirkan demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat bukan pejabat semata.

Empat fundamental konsep pemimpin tersebut bisa menjadi refrensi anak muda untuk kemana arah mereka harus memilih dan menentukan kandidat mana yang terbaik dalam ranah legislatif, maupun eksekutif. Karena sejatinya siapapun pemimpin terpilih yang nantinya memimpin dalam lima tahun kedepan adalah gambaran kualitas rakyat Negara Republik Indonesia dalam periode yang sama. Terus jaga keamanan dan stabilitas politik, berbeda pilihan itu biasa, yang tidak biasa dalah perpecahan. Islam sendiri melarang untuk berlebihan dalam sesuatu, sama halnya dalam konteks pemilihan lima tahunan. Jangan sampai ajang rutinan konstitusi kita membuat persaudaraan yang sudah lama terbangun menjadi berantakan, Allahu A’lam Bissawab.