saling membantu dan juga religiusitas menjadi faktor utama. Di kala pandemi, tingkat donasi semakin tinggi diiringi dengan seruan berzakat untuk membantu mereka yang terdampak oleh pandemi.

Indonesia pada saat ini tengah memasuki era bonus demografi yang mana usia produktif lebih besar daripada usia non-produktifnya. Salah satu generasi yang berada dalam usia produktif ialah generasi milenial (kelahiran 1981-1996) yang merupakan sumber daya manusia terbesar pada era bonus demografi. Saat ini, sebanyak 69,38 Juta (25,87%) dari jumlah penduduk di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (2021) merupakan generasi milenial. Hal yang turut menggembirakan adalah semangat berdonasi mereka juga cukup tinggi. Menurut riset mandiri yang dilakukan oleh Tirto.id & Jakpat (2018) dari 1.012 responden yang mana 81,42 persen nya beragama muslim, ditemukan bahwa setidaknya generasi Milenial memberikan sumbangan/sedekah/infak setidaknya satu kali dalam sebulan dengan rata-rata jumlah sumbangan 5 persen dari pendapatan mereka. Pada penelitian yang dilakukan oleh IDN Research Institute (2019) juga ditemukan bahwa Millenial mengeluarkan 5,3% pengeluaran per bulannya untuk amal. Millenial cenderung menyumbang karena penyebab religius dibandingkan dengan sumbangan yang tidak berkaitan dengan keagamaan (Koczanski, P., & Rosen, H. S., 2019). Motivasi terbesar dari kontribusi kerelawanan dan donasi tersebut yaitu guna menolong sesama manusia (Baranyi, E. E.,2011).

Hasil senada diungkapkan oleh hasil kajian Gopay dan Kopernik (2020) yang mendapati generasi Millenial menjadi generasi dengan frekuensi berdonasi paling tinggi dengan rata-rata 1,5 kali per bulan dengan motivasi berdonasi tertinggi yaitu nilai-nilai sosial dan diikuti nilai agama. Disebutkan juga selama pandemi rerata jumlah donasi yang dikeluarkan oleh generasi milenial meningkat hingga 19 persen.  

Tingginya semangat milenial dalam berdonasi ini perlu diarahkan kepada donasi yang memberikan kemanfaatan yang lebih berjangka panjang, yakni wakaf. Berdasarkan data yang dimiliki Forum Wakaf Produktif, profil donatur wakaf  kalangan milenial mendominasi sebesar 48 persen, meski jumlah donasinya tidak besar dikarenakan pada saat ini milenial belum kuat secara finansial. Dengan penanaman literasi yang kuat dan di dukung inovasi yang memudahkan berwakaf diharapkan akan meningkatkan wakaf di masa yang akan datang. (Republika, 2021)

Berdasarkan hal tersebut, penulis telah melakukan penelitian berkaitan dengan faktor yang memengaruhi ketertarikan generasi milenial dalam berwakaf. Hasil penelitian mendapati 90% generasi muslim milenial mengetahui wakaf. Lebih dari setengah responden (61%) mengaku pernah melakukan wakaf. Sebanyak 12% diantaranya merupakan wakif rutin. Mereka cenderung menyalurkan wakafnya melalui Lembaga Wakaf, LKS-PWU dan Nazhir Masjid. Adapun bentuk wakaf yang disalurkan adalah Wakaf Uang dan Wakaf Barang (bangunan, sumur, Al-Qur’an, dsbnya). Alasan berwakaf yang paling dominan adalah karena dianjurkan oleh agama (37%) serta rasa tugas dan tanggung jawab membantu sesama (29%). Adapun 39% milineial yang belum pernah berwakaf mengungkapkan alsasnnya bahwasanya mereka lebih memilih bentuk donasi lain (44%) selain wakaf, penghasilan yang belum mencukupi (35%) dan belum mengetahui wakaf lebih dalam (18%).

Lebih lanjut, hasil penelitian mengungkapkan empat faktor yang terbukti memengaruhi ketertarikan generasi milenial dalam berwakaf, yaitu: Literasi, Religiusitas, Kepercayaan pada Lembaga Wakaf, dan Pengaruh Sosial. Berdasarkan hasil tersebut, sangat penting untuk meningkatkan literasi dan juga kepercayaan calon wakif terhadap lembaga wakaf. Sejauh ini, generasi milenial cenderung mendapatkan informasi mengenai wakaf dari Institusi Pendidikan (53%), Pemuka Agama (16%) dan juga Media Sosial (13%). Sosialisasi yang efektif sangat diperlukan. Di lain sisi, Lembaga/nazhir wakaf juga perlu menanamkan kepercayaan dengan bersikap lebih terbuka, jujur dan transparan akan program yang mereka ciptakan. Campaign dengan membawa isu sosial dan keagamaan yang dikemas dengan penyampaian yang baik dan menarik yang dapat membantu meningkatkan ketertarikan generasi milenial muslim dalam berwakaf. Selanjutnya, peningkatan kualitas Nazhir juga diperlukan agar produk wakaf lebih berkembang dan strategi marketing yang lebih inovatif. Melakukan kolaborasi juga akan membantu menciptakan suatu hal yang lebih inovatif dan lebih besar cakupannya. Selain itu, digitalisasi wakaf juga sangat direkomendasikan guna memberikan kemudahan untuk berwakaf, terlebih jika sasarannya adalah generasi milenial yang banyak menggunakan teknologi digital. Tak kalah penting adalah dukungan pemerintah dengan sosialisasi intensif, hukum yang efektif dan kebijakannya yang mempermudah penyelenggaraan wakaf.

Sebagai penutup, generasi milenial Indonesia memiliki jiwa kepedulian yang tinggi. Semangat ini perlu diarahkan kepada suatu kegiatan filantropi yang berdampak luas dan berkelanjutan. Wakaf dalam hal ini adalah sebuah instrumen unik Umat Islam yang telah terbukti berhasil mewarnai kemajuan peradaban Islam di masa lalu dan masih dapat dilihat dan dirasakan sebagian besarnya hingga saat ini. Wallahu a’lam.  

* Ringkasan dari penelitian yang telah dipresentasikan pada 9th ASEAN Universities International Conference on Islamic Finance di UIN Sunan Kalijaga, 17-19 November 2021

Nashr Akbar: Dosen Ekonomi Syariah, IAI Tazkia, alumni Gontor 2004

Nur Fikriani Fiqih Al Ihsan: Alumni IAI Tazkia.