Islam memiliki pandangan yang kuat mengenai pengelolaan keuangan negara. Jika direnungkan maka sebenarnya kewajiban membayar pajak itu merupakan bentuk kepatuhan seorang muslim kepada Ulil Amri yaitu kepada orang yang diberikan amanah untuk memimpin dan itu Allah tegaskan dalam surah An-nisa ayat 59 yang berbunyi :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu…”

Bentuk ketaatan inilah yang menjadi dasar dalam islam kenapa pajak merupakan instrumen yang sangat penting untuk menambah pemasukan negara dalam rangka mensejahterakan umat islam secara keseluruhan. Namun, dalam konteks ini, penting untuk memastikan bahwa kenaikan pajak dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip syariah, termasuk keadilan dalam distribusi beban pajak dan keberpihakan kepada masyarakat kecil. Setidaknya ada 4 hal yang digambarkan dalam literatur kitab-kitab fiqih baik yang kontemporer maupun klasik.

  1. Pajak diperbolehkan jika pengambilannya didasarkan pada kebutuhan umat, terutama ketika pemasukan zakat tidak mencukupi untuk melayani dan memenuhi kebutuhan orang banyak.
  2. Pihak yang berwenang dalam pajak haruslah orang yang amanah.
  3. Pengambilan, distribusi, dan pendayagunaan pajak haruslah halal, mengikuti ketentuan yang telah ditentukan, tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
  4. Pajak tidak Menggugurkan Kewajiban Zakat. Pajak harus dikeluarkan dan dibayarkan sebagai bentuk ketaatan kepada pemimpin, namun kewajiban zakat tetap harus dilakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.

Dalam menanggapi tantangan kenaikan PPN 12%, Islam mengajarkan bahwa pemerintah harus berusaha untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan pengelolaan keuangan negara dan keadilan serta kesetaraan dalam pembayaran pajak. Di samping itu pemerintah perlu bertanggung jawab untuk melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak agar memastikan bahwa kenaikan tarif pajak tersebut tidak menjadi beban yang berlebihan bagi masyarakat dan bahwa dana tersebut optimal digunakan untuk kepentingan umum.

Jika melirik ke masa Khilafah Islamiyah pengelolaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dilakukan oleh lembaga khusus tempat menerima dan mengeluarkan dana yaitu Baitul Maal. Baitul maal bagian dari struktur pemerintahan. Khalifah menanggani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya kepada kaum muslimin yang berhak menerima. Setidaknya ada 3 alasan utama yang menjadikan baitul maal mampu membuat perekonomian negara kuat dan stabil yaitu:

  1. Sumber pemasukan baitul maal ada banyak dan beragam. Namun sama sekali tidak bergantung pada pajak dan utang.
  2. Pengaturan alokasi pengeluaran sudah jelas.
  3. Penyusunan anggaran tidak dilakukan tahunan, melainkan sepanjang waktu sesuai alokasi yang diatur syariat. Sehingga menghabiskan anggaran di akhir tahun tidak terjadi dalam sistem keuangan baitul maal.

Dalam konteks ini, kenaikan tarif PPN dapat dianggap sebagai langkah untuk menambal beban keuangan negara dan memperkuat perekonomian negara. Padahal sejatinya negara memiliki berbagai sumber penghasilan diantaranya pengelolaan SDA untuk kepentingan masyarakat yang berpotensi memberikan pemasukan besar bagi harta negara. Ketepatan rencana kenaikan PPN masih perlu dikaji lebih lanjut. Pemerintah perlu bertanggung jawab melakukan efisiensi terhadap sektor-sektor yang terkena dampak PPN, Sehingga nanti pricingnya turun dan presentase pajaknya lebih kecil.

Citations:

[1] https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/48813/t/Pemerintah+Harus+Hati-Hati+atas+Rencana+Naikkan+PPN+12+Persen

[2] https://perspektif-hukum.hangtuah.ac.id/index.php/jurnal/article/download/131/128/682

[3] https://umsida.ac.id/kenaikan-ppn-jadi-12-ini-kata-ekonom-umsida/

[4] https://www.kompas.id/baca/riset/2024/03/22/menimbang-ulang-rencana-kenaikan-ppn-menjadi-12-persen

[5] https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/48819/t/Kenaikan+Tarif+PPN+Jadi+Ironi+di+Tengah+Lesunya+Daya+Beli+Masyarakat

[6] https://news.solopos.com/ramai-ramai-menentang-pengenaan-pajak-sembako-dan-kenaikan-ppn-12-1131045

[7] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240312122956-532-1073312/kelas-menengah-dinilai-paling-terdampak-kenaikan-ppn-jadi-12-persen

[8] https://www.kompas.id/baca/english/2024/03/22/menimbang-ulang-rencana-kenaikan-ppn-menjadi-12-persen?open_from=Translator_Mark

[9] https://www.hukumonline.com/berita/a/pemerintah-terus-kaji-rencana-kenaikan-ppn-12-persen-lt65fc1c1205a2f/

[10] https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/baca-artikel/15047/Sudah-Efektifkah-PPN-11-Persen.html

[11] https://komputerisasi-akuntansi-d4.stekom.ac.id/informasi/baca/EKSTENSIFIKASI-DAN-INTENSIFIKASI-PAJAK/540ea3bef07650b402fde1fb9ae82323ef55a636

[12] https://www.kompas.tv/video/491950/tarif-ppn-naik-jadi-12-persen-tahun-2025-sudah-tepatkah

[13] https://youtu.be/hKXFThcta9M?si=skAtBipBGa2aedQ_

[14] https://youtu.be/3g6eQUNPlfg?si=t7MzbhpHR0Rh341e