Mengawal Program Makan Bergizi Gratis MBG Pentingnya Pengawasan Agar Tepat Sasaran

Potensi Masalah di Balik Niat Baik: Isu Kualitas hingga Ekonomi

Meskipun bertujuan baik, beberapa isu krusial mulai muncul ke permukaan seiring berjalannya program MBG. Permasalahan ini bukan untuk menjelekkan program, melainkan sebagai bahan evaluasi agar segera diperbaiki.

  1. Isu Kualitas, Keamanan, dan Kehalalan Pangan: Isu yang paling meresahkan adalah laporan mengenai kualitas makanan. Muncul kasus di beberapa daerah di mana makanan yang dibagikan tidak layak konsumsi. Lebih sensitif lagi, beredar kabar miring mengenai kandungan makanan yang tidak halal, seperti tercampur bahan non-halal (babi), yang tentu saja menimbulkan kecemasan besar di tengah masyarakat. Ini menunjukkan lemahnya kontrol kualitas dan sertifikasi halal dalam rantai pasokan.

  2. Praktik "Ketok Harga" dan Monopoli Oknum: Ada indikasi oknum pemangku kepentingan di beberapa tingkatan melakukan praktik culas. Mulai dari menggelembungkan harga (mark-up) bahan baku hingga menunjuk pemasok besar tertentu secara sepihak. Akibatnya, anggaran yang seharusnya bisa menghasilkan makanan berkualitas menjadi berkurang nilainya.

  3. Memangkas Peran Dapur Lokal (UMKM): Ini adalah salah satu kritik paling tajam. Semangat awal MBG adalah memberdayakan warung, katering rumahan, dan petani lokal. Namun, pada praktiknya, banyak proyek MBG yang justru diambil alih oleh kontraktor atau pemasok besar. Dapur-dapur lokal yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi justru hanya menjadi penonton.

Solusi untuk Pemerintah: Transparansi dan Penegakan Aturan

Pemerintah memegang kunci utama untuk memperbaiki tata kelola program MBG. Beberapa langkah konkret yang bisa segera diimplementasikan adalah:

  • Platform Pengawasan Digital Terpadu: Membuat sebuah platform online yang transparan di mana publik bisa melihat alur dana, daftar pemasok (vendor) yang terverifikasi di setiap daerah, menu makanan, hingga laporan distribusi. Ini akan mempersempit ruang gerak oknum untuk bermain curang.

  • Libatkan Aktif BPOM dan MUI: Jangan hanya menunggu laporan. Pemerintah harus proaktif menggandeng Badan POM untuk melakukan inspeksi mendadak terkait kelayakan pangan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memastikan proses dari hulu ke hilir sudah tersertifikasi halal.

  • Regulasi yang Berpihak pada UMKM: Menerbitkan aturan yang jelas, misalnya mewajibkan minimal 70% bahan baku dan proses memasak harus melibatkan UMKM lokal yang terdaftar di sekitar lokasi distribusi. Pemerintah daerah harus bertugas mendata dan memverifikasi kelayakan dapur-dapur lokal ini.

  • Sanksi Tegas Tanpa Pandang Bulu: Setiap penyelewengan, baik itu korupsi anggaran maupun kelalaian dalam menjaga kualitas makanan, harus ditindak dengan sanksi pidana dan perdata yang berat untuk memberikan efek jera.

Solusi untuk Masyarakat: Menjadi Mata dan Telinga Program

Masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah yang menjadi penerima manfaat, tidak boleh hanya pasif. Peran aktif warga adalah garda pertahanan terakhir dari program ini.

  • Bentuk Komite Pengawas Warga/Orang Tua: Di setiap sekolah atau desa, bisa dibentuk komite pengawas independen yang terdiri dari orang tua murid, tokoh masyarakat, dan karang taruna. Tugas mereka sederhana: memastikan makanan yang datang setiap hari sesuai standar, layak, dan aman.

  • Manfaatkan Kanal Pengaduan: Pemerintah wajib menyediakan kanal pengaduan yang mudah diakses (misalnya nomor WhatsApp khusus atau aplikasi) dan responsif. Masyarakat jangan ragu untuk melapor dengan bukti foto atau video jika menemukan kejanggalan, seperti makanan basi, porsi yang tidak wajar, atau menu yang tidak sesuai.

  • Dukung dan Berdayakan Dapur Lokal: Jika ada warung atau katering tetangga yang terlibat dalam program MBG, berikan dukungan. Informasi dari mereka mengenai alur pengadaan barang bisa menjadi data pembanding yang berharga untuk mengawasi potensi penyelewengan di tingkat yang lebih atas.

Program MBG adalah pertaruhan besar bagi masa depan gizi bangsa. Agar pertaruhan ini dimenangkan, diperlukan kerja sama. Pemerintah harus transparan dan tegas, sementara masyarakat harus cerdas dan berani mengawasi.

Referensi: