Tahun Baru Hijriah pada 1 Muharram bukan Bidah Ini Penjelasannya

Muharram menandai awal tahun dalam kalender Hijriah, sekaligus menjadi momen penting bagi umat Islam untuk melakukan refleksi diri dan menyusun langkah baru yang lebih bermakna. Dalam setiap pergantian waktu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah yang mengajak manusia untuk berpikir dan merenung. Sebagaimana firman Allah SWT di Al Qur-an terdapat dalam surah Yunus ayat 6,

اِنَّ فِى اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللّٰهُ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَّقُوْنَ

Arab latin: Inna fikhtilāfil-laili wan-nahāri wa mā khalaqallāhu fis-samāwāti wal-arḍi la'āyātil liqaumiy yattaqūn(a).

Artinya: Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi kaum yang bertakwa.

1 Muharram itu bukan sekadar perayaan biasa. Ini saat yang pas banget buat kita merenung, makin akrab sama orang-orang di sekitar, dan ingat kalau kita semua itu ciptaan Allah. 

Tahun Baru Islam, alias 1 Muharram, biasanya dirayakan dengan berbagai acara keagamaan dan budaya. Tapi, ada saja yang masih bertanya-tanya, "Emang boleh ya merayakan 1 Muharram? Jangan-jangan malah bid'ah (sesuatu yang baru dan dianggap menyimpang dari ajaran agama)?" Nah, soal ini, Menteri Agama Nasaruddin Umar akhirnya angkat bicara dan kasih penjelasan yang gamblang.

Dalam acara Ngaji Budaya yang diadakan Kementerian Agama pada Senin, 23 Juni 2025, seperti yang dikutip dari situs resmi Kemenag, Menag Nasaruddin Umar tegas bilang kalau memperingati 1 Muharram itu bukan berarti nyimpang dari ajaran Islam. Justru, katanya, peringatan ini punya makna yang dalam banget, yang nyambung sama nilai-nilai spiritual dan sosial kita.

"Memperingati 1 Muharram itu bukan melestarikan bid'ah. Justru kalau paham konsep ekoteologi, sulit untuk musyrik (menyekutukan Tuhan). Pesan dari ekoteologi sejatinya selaras dengan pesan 1 Muharram, karena di waktu itu, kita dilarang berperang, dilarang membuat konflik, dan diminta untuk melakukan introspeksi," jelas beliau.

Menurut Pak Nasaruddin, kalau kita paham ekoteologi (hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan), kita jadi sadar kalau semua itu saling terhubung. Beliau juga menekankan kalau nilai-nilai di tradisi 1 Muharram itu ngajak kita buat jaga perdamaian dan merenungkan hidup dalam-dalam.

Lanjut lagi, Pak Nasaruddin bilang kalau suasana peringatan tahun baru Hijriah ini jadi momen buat "menyentuh" hati nurani kita yang sering lupa. Di acara yang digelar sederhana, tanpa kursi, ini juga ada pesan simbolik yang kuat.

"Momen peringatan 1 Muharram ini adalah sarana penajaman hati nurani. Akal kita mungkin sudah tajam, tapi belum tentu batin kita. Maka kita berkumpul di sini, duduk di lantai, tanpa kursi, sebagai bentuk kekuatan simbolik. Ini penting sebagai shock therapy untuk membangkitkan kesadaran jiwa," tegasnya.

Baca yang serupa : https://tazkia.ac.id/berita/populer/1392-jangan-ditinggalin-amalan-yang-bisa-di-lakukan-malam-1-muharram-1447-hijriyah-2025

Jadi, pernyataan ini menegaskan kalau tradisi menyambut 1 Muharram itu bukan perbuatan yang menyimpang. Malah, ini jadi kesempatan bagus buat kita memperbaiki hubungan sosial dan menjaga harmoni dengan lingkungan. Dengan pendekatan yang berakar pada kebaikan dan kedamaian, peringatan tahun baru Islam ini justru bikin praktik keagamaan kita di Indonesia jadi makin kaya dan bermakna.

Referensi : https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7982294/1-muharram-bukan-bidah-ini-penjelasan-lengkap-menag-nasaruddin