Dalam sambutannya Muhammad Safi’i Antonio menjelaskan pembangunan rusunawa tersebut  melalui perjuangan yang panjang.

“Semula Tazkia hanya mendapat bantuan asrama untuk 2 lantai,” tutur Antonio.

Kemudian dia meminta tambahan  kepada Menteri PUPR  Ir. Mochamat Basoeki Hadimoeljono, yang kebetulan adalah jamaah umrohnya.

Antonio meminta tambahan karena kebutuhan asrama untuk mahasiswanya sangat banyak. Menteri  mengatakan kalau ingin ditambah harus menunggu beberapa tahun.  Karena anggarannya tidak bisa sekaligus tapi  multiyears.

“Saya katakan,  kami siap menunggu sampai kapan pun asal ditambah. Akhirnya berkat doa-doa dari seluruh warga kampus Tazkia dan usaha yang terus-menerus maka keinginan kami terwujud. Pembangunan asrama yang semula hanya 2 lantai,  alhamdulillah  menjadi 8 lantai dengan 40 kamar dan mampu menampung mahasiswa sebayak 400 orang,” tutur Antonio, yang disambut tepuk tangan seluruh tamu undangan.

Pada kesempatan itu Safi’i Antonio menceritakan perjuangannya membangun Institut Tazkia di Sentul pada tahun 2005, yang penuh liku dan juga nekad.

Menurut Antonio , modalnya  hanya  25 juta rupiah. Padahal tanah yang akan dibeli luasnya  2,5 hektar.

“Ini jelas tidak masuk akal. Pengembang mana yang mau demikian?  Namun waktu itu  saya punya trik.  Saya tahu pengembang butuh masjid untuk meningkatkan penampilan dan nilai jual  kompleknya. Maka  saya katakan kepada pengembang,  saya akan bangun masjid  (masjid Andalusia-red) terlebih dahulu. Tetapi saya hanya bisa bayar  tahap awal (DP) Rp. 25 juta.. Alhamdulillah pengembang setuju,” kisah Antonio.

Sekarang masjid Andalusia merupakan masjid termegah di komplek Sentul, letaknya sangat strategis,  dan sangat dibutuhkan ummat. Dari jalan tol Jagorawi, masjid itu kelihatan sangat anggun dan menjadi ikon umat Islam.

Hafidz Quran

Sementara itu Rektor Institut Tazkia Murniati Mukhlisin menjelaskan, asrama mahasiswa itu nantinya akan diperuntukkan bagi mahasiswa yang mengikuti program hafidz (hafal) Quran 30 juz.  Sementara mahasiswi di gedung lain.

Tiap tahun, lanjut Murniati, Institut Tazkia menerima sekitar 500 mahasiswa baru. Satu tahun pertama seluruh mahasiswa diwajibkan tinggal di asrama, tahun ke dua dan berikutnya boleh kos disekitar kampus.

“Tetapi untuk mahasiswa yang mengikuti program hafidz 30 juz harus tinggal di asrama sampai selesai, karena jadwalnya sangat ketat. Pagi-siang mereka kuliah seperti biasa, sore-malam  menghafal Quran.  Setahun mereka harus  hafal 10 juz. Jadi selama 3 tahun khatam. Sedangkan setahun  berikutnya untuk persiapan penyempurnaan sambil menyelesaikan kuliahnya,” terang Murniati, kepada wartawan.

Dijelaskan Murniati, ternyata mahasiwa yang cepat hafalan Qurannya, IPK juga tinggi. Ini menepis asumsi yang berkembang selama ini, yang mengatakan,  para penghafal itu  lemah di bidang akademik, terutama ilmu-ilmu eksak.

“Itu ternyata tidak benar. Kemampuan menghafal  linear dengan kemampuan akademiknya. Nilai matematika dan berhitungnya juga bagus.  Inilah salah satu keunggulan kampus Tazkia yang tidak ada di kampus lain,” tutur Murniati.

Pembangunan Rusunawa tersebut, lanjut Murniati, sangat menolong  kelancaran proses belajar-mengajar di kampusnya. Karena kebutuhan asrama bagi mahaiswanya terpenuhi. Sebelum ini mahasiswa yang mengikuti program hafidz 30 juz tersebut tidak bisa berkumpul di  satu asrama. Mereka tersebar di kampus Cilember dan kampus Daramaga.

“Mudah-mudahan pembangunan rusunawa ini selesai tepat waktu dan dapat dimanfaatkan dengan baik,” tutupnya. (Melvina / parahyangan-post.com)