Tujuan keuangan setiap orang tentunya berbeda-beda. Misalnya, seseorang yang di Gen Z tentu memiliki rencana dan cita-cita yang berbeda dengan seseorang millenial.
Berdasarkan tujuannya, investasi dapat dibagi menjadi investasi jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Setiap jangka waktu memerlukan strategi dan instrumen investasi yang berbeda.
Jenis Investasi Berdasarkan Tujuannya
1. Investasi Jangka Pendek
Investasi jangka pendek biasanya berlangsung kurang dari satu tahun hingga tiga tahun.
Sebagai contoh, seorang pemuda berencana menikah dalam tiga tahun ke depan. Untuk itu, ia membutuhkan dana yang cukup besar untuk menggelar pesta pernikahan yang tidak murah belum lagi dengan tuntutan zaman sekarang.
Karena kebutuhan tersebut, disarankan agar pemuda ini berinvestasi pada instrumen yang rendah risiko, yang artinya memiliki fluktuasi nilai yang stabil, likuiditas tinggi sehingga mudah diubah menjadi uang tunai, dan bisa menghasilkan pendapatan tetap. Beberapa instrumen yang direkomendasikan adalah deposito, reksadana pasar uang, atau surat utang negara jangka pendek.
Apakah pemuda tersebut bisa berinvestasi di saham untuk tujuan finansial ini? Bisa, namun kurang disarankan. Ini karena saham adalah instrumen yang memiliki fluktuasi nilai tinggi dalam jangka pendek. Membeli saham sama saja dengan membeli bisnis, dan pertumbuhan bisnis tentu tidak bisa dinilai hanya dalam jangka waktu pendek.
2. Investasi Jangka Menengah
Ketika seseorang memiliki tujuan finansial antara 3 hingga 10 tahun, ini disebut investasi jangka menengah.
Misalnya, dalam lima tahun ke depan, Bapak Budi harus mendaftarkan putranya ke sebuah universitas ternama di Jakarta. Untuk itu, Bapak Budi membutuhkan dana yang cukup besar untuk membayar uang pangkal dan semester pertama.
Karena kebutuhan dananya masih di atas lima tahun, Bapak Budi bisa memilih instrumen dengan risiko sedikit lebih tinggi daripada deposito, reksadana pasar uang, atau surat utang negara, dengan harapan memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi.
Instrumen yang dimaksud adalah reksadana pendapatan tetap (obligasi), obligasi swasta, dan reksadana campuran.
3. Investasi Jangka Panjang
Ketika tujuan investasinya lebih dari 10 tahun, ini masuk dalam kategori investasi jangka panjang.
Tujuan-tujuan investasi ini bisa berupa biaya pendidikan anak, biaya pernikahan anak, pembelian aset untuk anak cucu, dan dana pensiun.
Semakin panjang periode investasi, semakin fleksibel seseorang dalam memilih instrumennya. Mereka bisa memilih instrumen dengan risiko rendah, moderat, tinggi, maupun instrumen yang tidak dapat dikonversi dengan cepat.
Beberapa instrumen yang bisa dipilih untuk investasi jangka panjang antara lain logam mulia, reksadana, saham, hingga properti.
Cara Berinvestasi
Di era digital saat ini, berinvestasi menjadi lebih mudah karena informasi mengenai instrumen investasi dan riset pasar tersedia dengan mudah. Namun, berinvestasi tetap memerlukan strategi dan pemahaman yang tepat.
Berikut adalah cara berinvestasi yang baik untuk mewujudkan tujuan keuangan kita:
1. Pastikan Kondisi Keuangan Sehat
Sebelum mulai berinvestasi, pastikan Anda memiliki dana darurat yang cukup dan asuransi kesehatan untuk melindungi keuangan Anda. Merencanakan keuangan untuk masa depan sangat penting, tetapi jangan mengabaikan kebutuhan dan prioritas saat ini.
Tanpa dana darurat yang memadai, Anda bisa kesulitan menghadapi risiko seperti kehilangan pendapatan akibat PHK atau ketidakpastian ekonomi. Tanpa perlindungan kesehatan, biaya pengobatan bisa menguras dana yang cukup besar.
2. Menentukan Tujuan Keuangan
Kenali tujuan-tujuan keuangan yang ingin dicapai dalam berbagai periode, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang. Tujuan yang jelas akan membuat proses investasi lebih terukur. Setelah menentukan tujuan, tentukan juga kebutuhan dana untuk mencapainya. Mulailah berinvestasi setelah memahami kebutuhan dana tersebut.
3. Kenali Profil Risiko
Setiap instrumen investasi memiliki karakteristik dan tingkat risiko yang berbeda, begitu juga dengan setiap investor. Profil risiko seseorang bergantung pada kemampuan dan kesediaan untuk menoleransi risiko investasi. Investor konservatif cenderung menghindari instrumen berisiko tinggi, sementara investor agresif lebih berani mengambil risiko untuk mendapatkan imbal hasil yang tinggi.
Profil risiko bisa berubah seiring meningkatnya pemahaman seseorang tentang investasi. Semakin memahami investasi, semakin tinggi kemampuan menoleransi risiko.
4. Kenali Risiko Sistematis dan Non-Sistematis dalam Investasi
Selain profil risiko pribadi, ada juga risiko investasi yang harus diperhatikan. Dalam investasi, terdapat dua jenis risiko: sistematis dan non-sistematis. Risiko sistematis adalah risiko yang tidak bisa dihindari atau diatasi dengan diversifikasi, seperti risiko pasar, perubahan suku bunga, dan inflasi. Sementara itu, risiko non-sistematis adalah risiko yang masih bisa dihindari dengan diversifikasi instrumen investasi, seperti risiko bisnis, risiko likuiditas, dan risiko hukum.
Jadi, itulah investasi dan cara berinvestasi? Tertarik belajar investasi secara teori dan praktik? Yuk kuliah di Kampus Tazkia !