Abstrak 

Sumber pembiayaan dalam perspektif syariah menawarkan solusi yang sesuai dengan nilai nilai ajaran Islam dan mendukung pendekatan yang lebih etis dan adil dalam dunia keuangan.  Pembiayaan syariah berfokus pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan kehalalan, yang  bertujuan menghindari praktik-praktik seperti riba, gharar, dan maysir. Pembiayaan syariah  tidak hanya menjadi alternatif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga berkontribusi  pada pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Keberhasilan implementasi  sistem ini bergantung pada sinergi antara lembaga keuangan syariah, pemerintah, dan  masyarakat, serta pengembangan literasi keuangan syariah. Dengan pendekatan ini,  pembiayaan syariah diharapkan dapat menciptakan sistem keuangan yang lebih adil,  transparan, dan berkelanjutan, serta menjadi pilar utama dalam mencapai ekonomi yang  berkeadilan di Indonesia. 

Kata Kunci : Pembiayaan Syariah, Keuangan Syariah, Prinsip Syariah, Keadilan Ekonomi,  Regulasi Keuangan, Literasi Keuangan Syariah.

Pendahuluan 

Pembiayaan memiliki peran penting dalam mendukung aktivitas ekonomi, baik untuk  individu, kelompok, maupun institusi. Dalam konteks ekonomi Islam, pembiayaan tidak hanya  dipandang sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan finansial, tetapi juga sebagai instrumen  untuk menciptakan keadilan dan keberkahan dalam transaksi ekonomi. Hal ini sejalan dengan  maqashid syariah, yaitu tujuan utama syariah yang mencakup perlindungan terhadap agama,  jiwa, akal, keturunan, dan harta. Sebagaimana dijelaskan oleh Al-Ghazali dalam Al-Mustasfa,  “Segala yang diharamkan oleh Allah bertujuan untuk melindungi lima hal: agama, jiwa, akal,  keturunan, dan harta.”1 

Sistem pembiayaan syariah berlandaskan prinsip-prinsip Islam yang melarang riba,  gharar, dan maisir, serta mengedepankan keadilan, transparansi, dan keberlanjutan. Antonio menekankan bahwa “Pembiayaan syariah tidak sekadar sarana untuk memperoleh keuntungan,  tetapi juga alat untuk menciptakan transaksi yang adil, transparan, dan berkah bagi semua pihak  yang terlibat.”2 

Selain itu, Ascarya juga menyatakan bahwa “Sumber pembiayaan syariah harus  mencerminkan nilai-nilai Islam seperti larangan riba, gharar, dan maisir, serta mempromosikan  keberlanjutan ekonomi yang tidak hanya berfokus pada keuntungan material.”3 Dengan  demikian, pembiayaan syariah tidak hanya menawarkan solusi finansial yang sesuai dengan  prinsip Islam, tetapi juga menjadi instrumen strategis dalam menciptakan ekonomi yang  inklusif dan berorientasi pada kemaslahatan bersama. 

Prinsip Pembiayaan Syariah  

Pembiayaan syariah merupakan sistem keuangan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam  yang bertujuan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan ekonomi secara menyeluruh.  Prinsip-prinsip utama dalam pembiayaan syariah mencakup aspek larangan riba, kehalalan

aktivitas, keadilan, kesetaraan, dan transparansi dalam akad. Berikut penjelasan lebih rinci  tentang prinsip-prinsip tersebut: 

1. Larangan Riba 

Riba, atau bunga, adalah tambahan atas pinjaman yang harus dibayar oleh pihak  peminjam. Dalam Islam, riba dianggap sebagai bentuk eksploitasi terhadap pihak yang  membutuhkan dana, sehingga dilarang secara tegas. Larangan ini merujuk pada  beberapa ayat Al-Qur'an, salah satunya Surah Al-Baqarah ayat 275:

Al_Baqarah_275.png

Artinya : 

“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali  seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi  karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah  menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai  kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa  yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada  Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka  kekal di dalamnya.” 

Riba dianggap merusak tatanan ekonomi dan menciptakan ketidakadilan karena  pihak peminjam menanggung beban tambahan tanpa memberikan manfaat yang nyata  kepada pemberi pinjaman. Dengan melarang riba, pembiayaan syariah memastikan  transaksi berlangsung dengan adil dan saling menguntungkan.4 

2. Kehalalan Aktivitas 

Setiap dana yang dipinjamkan atau diinvestasikan harus digunakan untuk  aktivitas yang halal dan tidak bertentangan dengan syariah. Contohnya, pembiayaan  tidak boleh digunakan untuk mendukung industri perjudian, alkohol, prostitusi, atau  produk yang diharamkan lainnya. Prinsip ini bertujuan untuk menjaga nilai-nilai  maqashid syariah, yaitu melindungi lima aspek utama dalam kehidupan: agama (ad 

din), jiwa (an-nafs), akal (al-aql), keturunan (an-nasl), dan harta (al-mal). Dengan  4 Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik.

mematuhi prinsip ini, pembiayaan syariah berperan dalam menciptakan keberkahan  dalam transaksi.5 

3. Keadilan dan Kesetaraan 

Pembiayaan syariah menekankan pentingnya keadilan bagi semua pihak yang  terlibat. Semua manfaat dan risiko harus didistribusikan secara adil sesuai dengan  kontribusi masing-masing pihak. Prinsip ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah  An-Nisa ayat 29: 

An_Nisa_29.png

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu  dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas  dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.  Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu." 

Dengan menerapkan keadilan, sistem pembiayaan syariah menghindari eksploitasi dan  memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk memperoleh manfaat.6 4. Akad yang Transparan 

Transparansi dalam akad atau kesepakatan merupakan elemen penting dalam  pembiayaan syariah. Semua perjanjian harus didokumentasikan secara jelas, dipahami,  dan disepakati oleh semua pihak yang terlibat. Hal ini menghindarkan transaksi dari  unsur penipuan, gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian). Transparansi  mendorong hubungan bisnis yang saling percaya dan meminimalkan potensi konflik di  kemudian hari. Dalam pembiayaan syariah, akad seperti mudharabah (kerja sama bagi  hasil), musyarakah (kemitraan), dan murabahah (jual beli dengan margin) sering  digunakan dengan kejelasan perjanjian sebagai fondasi utamanya.7

Jenis – Jenis Pembiayaan Syariah  

Pembiayaan syariah merupakan sistem pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip prinsip hukum Islam, yang diatur oleh lembaga keuangan syariah. Dalam pembiayaan syariah,  transaksi dilakukan tanpa mengenakan bunga atau riba, dan lebih mengutamakan keadilan,  

5 Chapra, M. U., The Future of Economics: An Islamic Perspective (Leicester: Islamic Foundation, 2000). 6Siddiqi, M. N., Issues in Islamic Banking (Leicester: Islamic Foundation, 1983). 

7 Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik.

kemitraan, serta berbagi risiko antara pihak-pihak yang terlibat. Terdapat beberapa jenis  pembiayaan syariah yang sering diterapkan, di antaranya adalah Murabahah, Musharakah,  Mudharabah, Ijarah, Qard Hasan, Istisna, dan Salam. 

1. Pembiayaan Berbasis Jual Beli (Murabahah) 

Murabahah adalah jenis pembiayaan syariah yang berbasis pada transaksi jual  beli. Dalam akad murabahah, lembaga keuangan syariah membeli barang yang  dibutuhkan oleh nasabah, dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan  harga yang lebih tinggi, yang mencakup margin keuntungan yang telah disepakati  bersama. Keuntungan yang diperoleh dari transaksi ini adalah hasil dari margin harga,  bukan bunga. Sebagai contoh, pembiayaan rumah syariah yang sering menggunakan  akad murabahah, di mana lembaga keuangan membeli rumah dan menjualnya kepada  nasabah dengan harga yang lebih tinggi, tetapi tetap sesuai dengan kesepakatan awal. 

Menurut M. Umer Chapra (2008), pembiayaan murabahah berfungsi sebagai  alternatif pembiayaan yang adil dan transparan karena tidak melibatkan unsur riba atau  bunga, yang dilarang dalam Islam.8 

2. Pembiayaan Berbasis Kemitraan (Musharakah dan Mudharabah) 

- Musharakah 

Musharakah adalah suatu bentuk kemitraan di mana dua pihak atau lebih  berkontribusi modal dalam suatu proyek usaha dan berbagi keuntungan atau  kerugian berdasarkan proporsi kontribusi modal masing-masing. Model ini sangat  sering diterapkan dalam proyek usaha bersama, seperti pengembangan properti atau  investasi dalam usaha baru. Pembiayaan jenis ini menekankan prinsip berbagi risiko  antara semua pihak yang terlibat. 

Menurut Imam al-Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulum al-Din (1997), konsep  kemitraan ini bukan hanya untuk berbagi keuntungan, tetapi juga berbagi kerugian,  yang menjadi dasar keadilan dalam transaksi bisnis di Islam.9 

- Mudharabah 

Mudharabah adalah jenis kemitraan di mana satu pihak, yaitu pemilik modal  (shahibul maal), memberikan modal kepada pihak pengelola (mudharib) untuk  menjalankan usaha. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut dibagi sesuai  dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Namun, jika terjadi  

8 Chapra, M. Umer, Islam and the Economic Challenge (Islamic Foundation, 2008). 

9Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum Al-Din (Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997).

kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh pemilik modal, sementara  pengelola tidak akan menanggung kerugian tersebut. 

Mudharabah memberikan peluang bagi pengelola usaha untuk menjalankan  inovasi tanpa terbebani kewajiban bunga. Sebagai contoh, bank syariah dapat  memberikan pembiayaan kepada pengusaha kecil untuk mengembangkan bisnisnya  melalui mudharabah, dengan pembagian hasil sesuai kesepakatan. 

3. Pembiayaan Berbasis Sewa (Ijarah) 

Ijarah adalah akad sewa menyewa antara lembaga keuangan syariah dan  nasabah, di mana lembaga keuangan menyewakan aset tertentu kepada nasabah untuk  jangka waktu tertentu dengan biaya sewa yang telah disepakati. Ijarah sering diterapkan  dalam sektor konstruksi, di mana lembaga keuangan menyewakan alat berat atau mesin  kepada kontraktor. 

Menurut Ahmad al-Najjar (2000), ijarah adalah bentuk transaksi yang sah dalam  hukum Islam karena tidak ada unsur ketidakpastian yang berlebihan, dan hanya  memberikan pembayaran untuk penggunaan aset tertentu, tanpa melibatkan bunga.10 4. Qard Hasan 

Qard Hasan adalah pembiayaan tanpa bunga yang diberikan untuk membantu  individu atau komunitas yang membutuhkan, biasanya bersifat sosial dan tanpa tujuan  komersial. Pembiayaan ini berfokus pada nilai tolong-menolong, yang sangat  dianjurkan dalam ajaran Islam. Biasanya, pembiayaan jenis ini diberikan oleh lembaga  keuangan syariah kepada masyarakat yang membutuhkan dana untuk keperluan  mendesak, tanpa ada beban kewajiban bunga. 

Menurut Muhammad Taqi Usmani (2008), Qard Hasan merupakan bentuk  pembiayaan yang sangat dihargai dalam Islam karena bertujuan untuk membantu  sesama tanpa mencari keuntungan.11 

5. Istisna dan Salam 

- Istisna 

Istisna adalah pembiayaan yang digunakan untuk manufaktur atau produksi  barang tertentu berdasarkan pesanan dari nasabah. Pembiayaan ini sering digunakan  dalam proyek pembangunan atau produksi barang besar yang memerlukan pesanan  khusus, seperti pembangunan gedung atau pabrik. 

10 Ahmad Al-Najjar, Al-Ijarah Fi Al-Muamalat Al-Islamiyyah (Dar al-Nashr, 2000). 

11 Muhammad Taqi Usmani, Islamic Banking and Finance (Kluwer Law International, 2008).

Menurut Dr. Muhammad al-Bashir (2003), Istisna memberikan solusi bagi  sektor manufaktur dengan memungkinkan transaksi pembelian barang yang akan  diproduksi terlebih dahulu, lalu diserahkan setelah proses produksi selesai.12 - Salam 

Salam adalah jenis pembiayaan yang di mana pembayaran dilakukan di muka  untuk barang yang akan diserahkan di masa depan. Jenis pembiayaan ini sering  diterapkan dalam sektor pertanian, di mana petani menjual hasil pertaniannya  kepada lembaga keuangan syariah dengan pembayaran di muka, dan hasil pertanian  tersebut diserahkan pada waktu yang telah disepakati. 

Implementasi Pembiayaan Syariah  

Lembaga keuangan syariah, termasuk bank syariah, koperasi syariah, dan Baitul Maal  Wat Tamwil (BMT), memiliki peran yang sangat penting dalam menyediakan pembiayaan  yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah. Lembaga-lembaga ini berfungsi untuk  memberikan alternatif pembiayaan yang sesuai dengan ketentuan agama, yang tidak  melibatkan riba, gharar, atau maysir, serta berorientasi pada prinsip keadilan dan kesejahteraan  sosial. Sebagai contoh, Bank Syariah Indonesia (BSI) menyediakan berbagai produk  pembiayaan yang mencakup kebutuhan konsumtif seperti pembiayaan rumah dan kendaraan,  serta pembiayaan produktif untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan pendidikan.  Produk-produk tersebut dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa melanggar  prinsip syariah, dengan akad yang jelas dan adil. 

Produk pembiayaan syariah mencakup beragam layanan yang dapat memenuhi  berbagai kebutuhan nasabah, baik untuk keperluan pribadi maupun bisnis. Salah satu produk  yang populer adalah Kredit Pemilikan Rumah Syariah (KPRS), yang menawarkan solusi  pembiayaan rumah tanpa bunga, melalui prinsip murabahah atau ijarah. Selain itu, pembiayaan  kendaraan, pendidikan, serta UMKM juga dapat diperoleh dengan mekanisme yang sesuai  dengan prinsip syariah. Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), produk pembiayaan  syariah terus mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam lima tahun terakhir, menunjukkan  meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem ini. Pertumbuhan tersebut  

12 Dr. Muhammad Al-Bashir, The Islamic Economic System (Al-Hilal, 2003).

mencerminkan bahwa masyarakat semakin mencari alternatif pembiayaan yang tidak hanya  menguntungkan secara finansial, tetapi juga etis dan sesuai dengan ajaran agama.13 

Pengawasan terhadap lembaga keuangan syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas  Syariah (DPS), yang memiliki tugas utama untuk memastikan bahwa setiap produk dan  aktivitas lembaga keuangan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS bertanggung  jawab dalam mengawasi implementasi akad-akad yang digunakan dalam transaksi,  memastikan kehalalan produk yang ditawarkan, serta menjaga tata kelola keuangan yang baik  dan transparan.14 Fungsi DPS ini menjadi salah satu kekuatan utama pembiayaan syariah, yang  membedakannya dengan sistem keuangan konvensional. Keberadaan DPS memberikan  jaminan bahwa transaksi yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan  ajaran Islam, sehingga semakin memperkuat posisi lembaga keuangan syariah di masyarakat. 

Selain pengawasan, peningkatan literasi keuangan syariah juga menjadi salah satu  langkah strategis untuk memperkenalkan dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap  produk-produk keuangan syariah. Dalam rangka mendukung perkembangan ini, pemerintah  dan lembaga keuangan syariah telah meluncurkan berbagai program edukasi dan literasi  keuangan untuk masyarakat.15 Program-program ini dirancang untuk menjelaskan konsep  dasar keuangan syariah, manfaatnya, serta bagaimana memilih produk keuangan yang sesuai  dengan kebutuhan dan prinsip syariah. Dengan meningkatnya literasi keuangan syariah,  diharapkan masyarakat akan semakin percaya dan berpartisipasi dalam sistem keuangan  syariah, yang pada gilirannya akan mempercepat pertumbuhannya di Indonesia. 

Kesimpulan  

Sumber pembiayaan dalam perspektif syariah merupakan solusi yang tidak hanya  sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, tetapi juga menawarkan pendekatan yang lebih etis dan  adil dalam dunia keuangan. Pembiayaan syariah, yang didasarkan pada prinsip-prinsip seperti  keadilan, transparansi, dan kehalalan, bertujuan untuk menghindari praktik yang tidak sesuai  dengan syariat Islam seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian).  Dengan mengedepankan prinsip-prinsip tersebut, pembiayaan syariah memberikan alternatif  

13 Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Laporan Keuangan Lembaga Keuangan Syariah 2023 (Otoritas Jasa Keuangan,  2023). 

14 Zainuri, A., Pengawasan Syariah Dalam Lembaga Keuangan (Bandung: Alfabeta, 2022). 15 Satria, M.,