Data Makro yang Menipu? Kenapa Pertumbuhan Ekonomi Tidak Sampai ke Kantong Kita
Ketika pemerintah mengatakan ekonomi kita "tumbuh" atau "stabil", mereka biasanya merujuk pada data makro. Ini adalah gambaran besar yang mencakup:
- PDB (Produk Domestik Bruto): Angka yang menunjukkan total nilai produksi barang dan jasa. Jika PDB naik, artinya roda ekonomi secara keseluruhan sedang bergerak.
- Inflasi: Kenaikan harga barang dan jasa. Inflasi yang terkendali menandakan stabilitas harga.
- Nilai Tukar Rupiah: Nilai mata uang kita terhadap mata uang asing. Rupiah yang stabil menunjukkan kepercayaan pasar.
Namun, data makro ini sering kali gagal mencerminkan kondisi ekonomi rakyat secara menyeluruh. Angka pertumbuhan yang tinggi bisa saja hanya didorong oleh sektor tertentu, seperti investasi besar di bidang pertambangan atau teknologi, sementara sektor padat karya seperti pertanian dan manufaktur justru stagnan. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi tersebut tidak menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk seluruh lapisan masyarakat.
Antara PDB dan Harga Sembako: Mengapa Perasaan Rakyat Lebih Penting dari Angka
Bagi masyarakat, ekonomi yang baik itu sederhana: mudah mencari pekerjaan, penghasilan cukup untuk kebutuhan sehari-hari, dan harga barang pokok stabil. Inilah yang disebut ekonomi mikro atau ekonomi rakyat.
Sebagai contoh, ketika pemerintah mengumumkan PDB naik, tapi harga beras dan minyak goreng terus meroket, maka yang dirasakan masyarakat adalah ekonomi sedang sulit. Kenaikan PDB tidak terasa di kantong mereka, karena penghasilan tetap, sementara biaya hidup terus membengkak.
Pada akhirnya, sebuah sistem ekonomi bisa dikatakan sehat jika data makro yang positif sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang sejati
adalah ketika angka-angka statistik yang indah juga tercermin dalam peningkatan kesejahteraan, ketersediaan lapangan kerja, dan daya beli masyarakat yang merata.
Fasilitas Universitas Tazkia ( Kampus Tazkia )
( Bangunan Universitas Tazkia )