Di era modern, anjak piutang atau factoring menjadi salah satu inovasi pembiayaan yang membantu perusahaan mengelola likuiditas dengan cepat. Layanan ini memungkinkan perusahaan untuk menjual piutang dagangnya kepada pihak ketiga, yang disebut perusahaan factor, demi mendapatkan dana tunai tanpa harus menunggu pembayaran dari pelanggan. Hal ini tentunya menjadi solusi fleksibel bagi banyak bisnis, terutama usaha kecil dan menengah (UKM), yang sering menghadapi tantangan arus kas.

Dalam praktik konvensional, anjak piutang sering melibatkan potongan atau biaya yang ditambahkan kepada nilai piutang. Potongan ini seringkali mencakup bunga atau tambahan yang dianggap riba, yang bertentangan dengan prinsip keuangan Islam. Oleh karena itu, anjak piutang dalam perspektif Islam memerlukan modifikasi agar tetap sesuai dengan syariah. Dalam sistem keuangan syariah, anjak piutang syariah dapat diterapkan menggunakan beberapa akad yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti hiwalah, wakâlah bil ujrah, dan qard

Hiwalah adalah akad pengalihan hutang dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam konteks anjak piutang, perusahaan sebagai kreditur mengalihkan hak piutangnya kepada perusahaan factor. Pihak factor akan menerima pembayaran piutang dari pelanggan sesuai dengan nominal yang telah disepakati. Dalam hiwalah, pihak factor dapat menerima imbalan berupa potongan atas jasa yang diberikan, selama imbalan tersebut tidak berbasis bunga dan telah disepakati di awal.

Yang kedua, wakalah bil ujrah. Akad di mana satu pihak menunjuk pihak lain sebagai wakil untuk menjalankan suatu tugas dengan imbalan tertentu. Dalam anjak piutang, perusahaan menunjuk perusahaan factor sebagai wakil untuk menagih piutang kepada pelanggan. Sebagai imbalan, perusahaan factor menerima upah (ujrah) yang telah disepakati. Model ini memastikan tidak ada unsur riba, karena pihak factor hanya bertindak sebagai agen yang membantu proses penagihan.

Akad yang ketiga yaitu qard, akad pinjaman tanpa bunga. Dalam konteks anjak piutang, perusahaan factor memberikan pinjaman kepada perusahaan sesuai dengan nilai piutang yang dimiliki. Pelanggan kemudian akan membayar piutangnya langsung kepada perusahaan factor, dan perusahaan hanya perlu melunasi pinjaman awal tanpa tambahan. Model ini ideal jika hubungan antara perusahaan dan factor didasarkan pada saling membantu (ta'awun) dan bukan profit komersial semata.

Sebagai produk pembiayaan modern, anjak piutang dalam perspektif Islam dapat menjadi solusi keuangan yang inovatif jika dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan menggunakan akad seperti hiwalah, wakâlah bil ujrah, dan qard, anjak piutang dapat membantu meningkatkan likuiditas perusahaan tanpa melibatkan unsur yang dilarang dalam Islam. Hal ini menunjukkan bahwa keuangan syariah mampu memberikan alternatif yang etis dan sesuai syariah untuk memenuhi kebutuhan bisnis modern.