Pendidikan juga dapat dilihat sebagai upaya untuk menciptakan dan mengembangkan semua karakteristik anatomi dan kepribadian manusia. Perkembangan spiritual harus berjalan secara bertahap untuk berkembang menjadi kepribadian manusia. Dengan kata lain, pengembangan kepribadian yang penuh dan lengkap sebagai individu, manusia, dan anggota masyarakat hanya dapat dicapai jika suatu proses berjalan menuju akhir pertumbuhan dan perkembangan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, banyak pendidik mendasarkan konsep pendidikan sebagai proses seumur hidup pada gagasan ini. Deskripsi sebelumnya dapat dibaca sebagai referensi untuk pendidikan secara luas, sementara pendidikan secara khusus mengacu pada pendidikan formal yang diterima di sekolah. (Patoni & Ramayulis, 2004)
Selain itu, pendidikan biasanya disebut sebagai upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya, dengan pendidikan seseorang akan lebih menghargai orang lain, baik orang tersebut seusia dengannya, lebih mudah, atau lebih tua darinya. Karena dengan pendidikan seseorang akan dapat menilai dengan tepat dengan lawan bicaranya tanpa mencoba untuk meremehkan lawan bicaranya karena ketidaktahuannya, dan pendidikan itu sendiri dapat dimulai sejak dini, seperti cara mendidik orang tua ketika anak mereka bertemu dengan orang lain yang lebih tua, maka anak tersebut akan memberikan salam sebagai bentuk penghormatan kepada lawan bicaranya.
Islam memandang pendidikan sebagai hal yang sangat penting untuk kehidupan di dunia ini, hal ini dijelaskan secara luas baik dalam Al-Qur'an maupun al-Hadith. Salah satunya adalah :
"Barang siapa menginginkan dunia, maka hendaklah ia mencari ilmu. Dan barang siapa menginginkan akhirat, maka hendaklah ia mencari ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya (dunia dan akhirat), maka hendaklah ia menguasai ilmu." (HR. Ahmad)
Dapat dipahami dari hadith di atas bahwa pendidikan sangat penting, baik dalam hal dunia maupun akhirat, pendidikan dianggap sebagai jalan untuk keduanya karena dengan semakin bertambahnya ilmu seseorang, kualitas dirinya akan meningkat. Dan tentu saja ini dibarengi dengan praktik ilmu yang telah diperolehnya.
Ilmu tanpa amal ibarat pohon yang lebat tetapi tidak memiliki buah sama sekali. Oleh karena itu, seseorang tidak hanya dituntut untuk mencari ilmu, tetapi juga dituntut untuk mengamalkan apa yang telah dipelajarinya dan menyebarkan ilmu yang telah diperolehnya, sehingga nantinya akan menjadi amal jariyah baginya ketika ia telah meninggalkan dunia. Hal ini dapat dilihat dari hadith berikut:
"Jadilah seorang pendidik yang penyayang, seorang ahli hukum, dan seorang ilmuwan. Seseorang disebut pendidik ketika dia mendidik orang dengan memberikan sedikit pengetahuan yang secara bertahap menjadi banyak." (HR. Bukhari)
Jadi tugas utama seorang guru bukan hanya menjadi guru tetapi juga menjadi pendidik bagi murid-muridnya. Di mana seorang guru hanya akan mengajarkan suatu ilmu kepada murid-muridnya sampai sejauh itu, berbeda dengan pendidik, di mana seorang pendidik tidak hanya mentransfer ilmunya kepada murid-muridnya tetapi juga memberikan contoh bagi murid-muridnya untuk menjadi panutan yang baik bagi murid-muridnya.
Oleh karena itu, untuk menjadi pendidik yang baik membutuhkan persiapan yang matang. Karena bukan hanya menyiapkan materi yang akan diajarkan besok tetapi berusaha menjadi cerminan atau contoh yang baik bagi siswa di kelas, dan sering memberikan motivasi untuk meningkatkan antusiasme mereka, sehingga tidak mudah pudar ketika mendapatkan hasil yang kurang diinginkan.
Dalam Islam sendiri, pendidikan didefinisikan dengan istilah tarbiah, dan ta'lim. Nama "tarbiah" berasal dari kata-kata "rabba", "yurabbi", dan "tarbiyatan" yang berarti pertumbuhan dan perkembangan, menurut Munardji dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam. (Munardji, 2024) Menurut teori yang berbeda, istilah "tarbiyah" berasal dari tiga kata: frasa "rabba yarbu" yang berarti "menambah dan tumbuh", kata "rabiya-yarba" yang berarti "tumbuh dan berkembang", dan tiga kata "rabba yarubbu", yang berarti "memperbaiki", "mengarahkan", "mengarahkan", "menjaga", dan "memelihara". Frasa "al-Rabb berkata juga" berasal dari kata Arab "tarbiyah," yang berarti "melepaskan perbaikan bertahap," "mencapai perbaikan bertahap," atau "menyempurnakan secara bertahap." (Shofan, 2004).