Memadukan pemikiran ekonomi Islam klasik dengan pemikiran Bara, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, tambah anggaran penelitian hingga 10% dari pagu anggaran tahun ini.
Menyadari masih kecilnya pangsa pasar ekonomi Islam terhadap ekonomi konvensional, STEI Tazkia tahun 2018 ini ingin lebih mendorong penelitian-penelitian dilakukan oleh para dosennya. Oleh karena itu, anggran pun ditingkatkan, dari yang pada tahun lalu sekira 8% dari total anggaran kampus, tahun ini menjadi 10%.
Nilai 10% itu, jika dirupiahkan akan sekitar Rp 576 Juta. a�?Untuk Nasional, per semester itu Rp8 juta per orang. Jika dia (dosena��red) ikut konferensi, akan dibiayai atau disponsorin pihak lain. Insyallah ini cukup kompetitif dibanding Perguruan Tinggi laina�?, kata Kepala Lembaga Penelitian dan Peberdayaan Masyarakat (LPPM) STEI Tazkia, Ries Wulandari M.Si kepadaA�MySharingA�di sela-sela Research Outlook 2018, LPPM STEI Tazkia, pekan lalu di Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Dalam rencana, STEI Tazkia akan mengadakan penelitian-penelitian dalam 15 topik yang berbeda namun saling berkaitan. Kuota penelitian untuk total 36 dosen, terdiri dari satu dosen untuk dua prodi yang wajib melakukan dua kali penelitia, sehingga akan ada 72 penelitian di tahun ini.
a�?Ini wajib, untuk publikasi (di jurnal internasionala��red) itu lain lagi. Menulis mendapat insentif, masuk konferensi ada insentifa�?, kata Ries Wulandari menambahkan.

Pagu penelitian hingga 10 %, ini membesar. Ries menjelaskan, misalnya di tahun lalum per orangitu hanya dijatah Rp 5 juta per semester untuk membuat penelitian. Kampus juga mendorong asisten dosen untuk ikut riset. Itu baru riset belum pendidikan lanjutan, termasuk teraining. A�Menurut Rektor STEI Tazkia, Dr. Murniati Mukhlisin di kesempatan yang sama, a�?Sudah 17 tahun Tazkia berjalan, kebutuhan akan dosen-dosen yangA�dual capabilityA�kian diperlukan Misalnya, ketikaA�cross riset, A�dia harus tahu syariahnya, sehingga dia harus tahu kitab, bisa memahami Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Al Mawardi, dan sebagainya. Ya ini bisa dilakukan dengan mengirim para dosen tiu kuliah lagi atau merekrut dosen dari luara�?.

Wakil Rektor STEI Tazkia, Dr. Muhammad Yazid di kesempatan yang sama, menilai sudah saatnya STEI Tazkia memiliki mazabnya sendiri. Memiliki ciri khasnya sendiri, di bidang keilmuan.
a�?Islamisasi pengetahuan itu mulai dilakukan di mana-mana. Mazab Tazkia ini yang mana atau apa? Perlu pondasi pengembangan ilmu pengetahuannya. Secara personal memang Tazkia dikenal, tapi secara lembaga belum. Jadi, Tazkia harusA�come upA�dengan kerangka pengetahuan yang utuh. Hal ini mungkin baru terasa 50 tahun ke depan, namun perlu dimulai dari sekarang sekaranga�?, kata Dr. Muhammad Yazid.
Yazid mencita-citakan, ekonomi Islam sebaiknya ada di dalam undang-undang, terntu yang terkait dengan ekonomi pastinya. Mislanya di bagian pengertian umum. Kita selama ini selalu lebih tertarik pada intrumennya, alat-alatnya, bukan pada prinsipnya. Misalnya keuangan syariah, itu menurut Yazid, sebenarnya adalah salah satu instrumen dari ekonomi Islam.
a�?a�?Kita menempatkan Ibnu Taimiyah di pojokan. Yusuf bin Umar sebagai sampingan, sementara kita melulu mengagumi pemikiran cendekiawan Barat.A� Kita harus memberikan pemberatan lebih pada ekonomi Islam klasik. Kami bercita-cita, misalnya Jokowi mengutip Al Ghazali suatu hari, bukan JM Keynes atau A�Adam Smith. Kami ingin pemerintah juga melihat pemikiran ekonomi Islam klasik. Oleh karenanya Tazkia memadukan pemikiran ekonomi Islam klasik dengan pemikiran Barata�?, kata Dr Murniati Mukhlisin menegaskan.